Rancangan Kontak




RANCANGAN KONTRAK
BERDASARKAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 16 TAHUN 2018 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

Pengadaan barang/jasa pemerintah selama ini memiliki beberapa titik rawan di dalam tahapan pelaksanaannya. Titik-titik rawan tahapan tersebut antara lain berada pada tahap persiapan dalam penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS), tahap penyusunan spesifikasi teknis, tahap penyusunan kontrak dan tahap pelaksanaan pengadaan barang/jasa.
Untuk titik rawan di dalam penyusunan kontrak, pada umumnya para Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) tidak melakukan pengisian rancangan kontrak dengan benar. Seharusnya PPK menyiapkan rancangan kontrak sebelum tender/seleksi dilaksanakan, dengan adanya rancangan kontrak tersebut maka akan memberikan pengaruh terhadap: a) Minat penyedia untuk melakukan penawaran setelah melihat skema rancangan kontrak yang akan dijalankan karena menilai dirinya sanggup; b) Harga penawaran, dengan respon murah atau respon mahal karena skema rancangan kontrak.
Dalam rancangan kontrak, kalimat yang dituangkan bukan kalimat ambigu, tidak jelas, dan tidak tegas. Rancangan kontrak merupakan alat untuk mengamankan PPK dan kegiatan yang dilakukannya serta memberikan kejelasan bagi para pihak tentang hak dan kewajiban para pihak, sehingga tidak melanggar peraturan yang berlaku.

Definisi perjanjian menurut pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yaitu: “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Perjanjian merupakan sebuah perikatan antara dua pihak atau lebih, dan didalamnya harus mencakup kejelasan tentang hak dan kewajiban dari para pihak.
Selanjutnya pada Pasal 1320 KUH Perdata menentukan ada 4 (empat) persyaratan yang harus ada dalam sebuah perjanjian, yaitu:
1. Adanya kesepakatan para pihak; Kesepakatan antara para pihak untuk melakukan perikatan, adanya persetujuan mengenai isi dan hal-hal pokok dari perjanjian tersebut.

2. Kecakapan untuk membuat perjanjian; Kecakapan di dalam perjanjian memiliki arti bahwa orang yang melakukan perjanjian adalah mereka yang cakap menurut hukum yang berlaku. Ketentuan mengenai kecakapan seseorang menurut hukum termaktub di dalam Pasal 1329 sampai dengan Pasal 1331 KUH Perdata.

3. Mengenai suatu hal (objek) tertentu;
Suatu perjanjian antara pihak harus menentukan jenis objek serta jumlah objek tersebut, jika didalam perjanjian tersebut tidak ditentukan maka perjanjian tersebut dinyatakan tidak sah atau dapat dibatalkan.

4. Adanya sebab yang halal (Geoorloofde Oorzaak).
Sebab yang halal memiliki arti bahwa perjanjian tersebut tidak menyimpang dari ketentuan perundang-undangan yang berlaku serta tidak menyimpang dari norma-norma ketertiban dan kesusilaan.

Ketentuan pertama dan kedua berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata tersebut merupakan syarat sbuyektif dari sebuah perjanjian. Syarat subyektif adalah suatu persyaratan yang terkait dengan subyek perjanjian tersebut, yang meliputi kesepakatan para pihak untuk melakukan perikatan perjanjian serta kecakapan para pihak yang melakukan perjanjian. Apabila persyaratan subyektif tidak terpenuhi, maka perjanjian tersebut oleh salah satu pihak dapat dibatalkan.
Sedangkan ketentuan persyaratan ketiga dan keempat adalah syarat obyektif didalam sebuah perjanjian. Syarat obyektif merupakan persyaratan yang berkaitan dengan perjanjian tersebut atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak.
Ada beberapa bentuk kontrak menurut Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah Nomor 9 Tahun 2018, antara lain:
1. Bukti Pembelian/pembayaran Yaitu dokumen pernyataan tagihan yang harus dibayar oleh PPK untuk Pengadaan Barang atau Jasa Lainnya dengan nilai paling banyak Rp. 10.000.000,00 (Sepuluh Juta Rupiah). Contoh bukti pembelian/pembayaran antara lain faktur/bon/invois, setruk, dan nota kontan.

2. Kuitansi Adalah dokumen tanda bukti transaksi pembayaran yang ditandatangani oleh penerima uang/Penyedia untuk pembayaran Pengadaan Barang atau Jasa Lainnya dengan nilai paling banyak Rp. 50.000.000,00 (Lima Puluh Juta Rupiah).

3. Surat Perintah Kerja (SPK)
Yaitu perjanjian tertulis sederhana antara kedua belah pihak tentang suatu perbuatan yang memiliki akibat hukum untuk memperoleh hak dan melaksanakan kewajiban. Surat Perintah Kerja digunakan untuk:
  1. Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai paling banyak Rp. 100.000.000,00 (Seratus Juta Rupiah);
  2. Pengadaan Barang atau Jasa Lainnya dengan  nilai paling sedikit diatas Rp. 50.000.000,00 (Lima Puluh Juta Rupiah) sampai dengan nilai paling banyak Rp. 200.000.000,00 (Dua Ratus Juta Rupiah); dan
  3. Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dengan nilai paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
4. Surat Perjanjian Merupakan pernyataan secara tertulis antara kedua belah pihak tentang suatu perbuatan yang memiliki akibat hukum untuk memperoleh hak dan melaksanakan kewajiban. Surat Perjanjian digunakan untuk:
  1. Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya nilai paling sedikit di atas Rp. 200.000.000,00 (Dua Ratus Juta Rupiah); dan
  2. Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai paling sedikit di atas Rp. 100.000.000,00 (Seratus Juta Rupiah).
5. Surat Pesanan Merupakan bentuk perjanjian dalam pelaksanaan pengadaan melalui E-purchasing atau pembelian melalui toko daring. Untuk pengadaan barang/jasa tertentu yang membutuhkan pengaturan Kontrak yang lebih rinci atau diperlukan/dipersyaratkan secara administratif dalam proses pembayaran maka Surat Pesanan dapat ditindaklanjuti dengan Surat Perintah Kerja atau Surat Perjanjian.
Isi minimal dari bentuk kontrak adalah sebagai berikut:
  1. Bukti pembelian: identitas penyedia, nilai pembelian, jenis dan jumlah barang/jasa dan tanda tangan PPK sebagai tanda mengetahui;
  2. Kuitansi: identitas para pihak, nilai pembelian, jenis dan jumlah barang/jasa, tanda tangan penyedia di atas materai sesuai ketentuan yang berlaku dan tanda tangan PPK sebagai tanda mengetahui;
  3. Surat Perintah Kerja (SPK): identitas penyedia, nilai pembelian, jenis dan jumlah barang/jasa, hak dan kewajiban melekat dalam surat perjanjian, dan kata penutup dan ruang tanda tangan para pihak di atas materai sesuai ketentuan yang berlaku;
  4. Surat Pesanan: identitas para pihak, nilai pembelian, jenis dan jumlah barang/jasa, serta hak dan kewajiban;
  5. Surat Perjanjian: identitas para pihak, nilai pembelian, jenis dan jumlah barang/jasa, serta hak dan kewajiban menjadi lampiran dari surat perjanjian dalam bentuk yang lebih rinci (SSUK, SSKK, Spesifikasi, dan Dokumen lain), dan Kata penutup dan ruang tanda tangan para pihak di atas materai sesuai ketentuan yang berlaku.
Didalam penyusunan rancangan kontrak PPK seringkali tidak melakukan pengisian Syarat-syarat Umum Kontrak (SSUK) dan Syarat-syarat Khusus Kontrak (SSKK) atau jika diisi rancangan kontrak tersebut dibuat oleh pihak penyedia sehingga pada akhirnya akan mengakibatkan kerugian bagi PPK sendiri. Selanjutnya rancangan kontrak tidak dapat diubah sampai dengan tanda tangan kontrak kecuali mengenai waktu yang tidak cukup. Selain itu rancangan kontrak tidak dapat diubah karena akan mempengaruhi kompetisi dan harga yang disampaikan oleh penyedia.
Seperti yang telah disampaikan di awal tulisan ini bahwa rancangan kontrak merupakan salah satu titik rawan pelaksanaan kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah, oleh sebab itu PPK di harapkan dapat menyusun rancangan kontrak dengan baik dan benar. Sehingga segala akibat dari pelaksanaan kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah dapat diminimalisir.

DAFTAR PUSTAKA
  1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
  2. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018;
  3. Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah Nomor 9 Tahun 2018;
  4. Presentasi Draft Kontrak, Mudjisantosa, Workshop Tata Cara Penyusunan Draft Kontrak Dalam Rangka Peningkatan Kapasitas Ahli Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Tahun 2018, 28 – 29 Maret 2018, Yogyakarta
Sumber: https://biroap.ntbprov.go.id