Memastikan Penerapan P3DN Pada Proses Pengadaan Barang/Jasa





Kebijakan Pemerintah dalam Mendorong Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri :

-       UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian

Pasal 86 Kewajiban K/L/PD/BUMN/BUMD/BU Swasta dan/atau mengusahakan sumber daya yang dikuasai negara menggunakan PDN dalam setiap pengadaan barang/jasa.

-       Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan industry

Pasal 58 Kewajiban menggunakan produk dalam negeri (PDN) pada pengadaan barang jasa dilakukan pada tahap perencaan dan pelaksanaan

Pasal 61 Kewajiban menggunakan PDN apabila terdapat produk dalam negeri dengan nilai penjumlahan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) paling sedikit 40%.

Pasal 74 Setiap Kementerian/Lembaga/Lembaga Pemerintah Non Kementerian/SKPD wajib membentuk Tim Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (Tim P3DN).

-       Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah beserta perubahannya jo Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2021   

Pasal 4 Tujuan dari pengadaan barang/jasa pemerintah adalah meningkatkan penggunaan produk dalam negeri.

Pasal 66 Pengadaan barang/jasa pemerintah wajib menggunakan produk dalam negeri apabila terdapat produk dalam negeri dengan nilai penjumlahan TKDN dan BPM paling sedikit 40%.

1.   Penerapan P3DN pada Proses Pengadaan B/J Pemerintah dalam tahap awalnya (perencanaan) merupakan Tugas dan Kewenangan PA/KPA, dengan alur didahului dengan tahap Identifikasi Kebutuhan, Penyusunan Spesifikasi Teknis/KAK, penyusunan RUP, Penetapan dan Pengumuman RUP.

         Informasi Produk Dalam Negeri dapat dilihat melalui :

         E-catalog LKPP : local, Sektoral dan Nasional 

         Web P3DN : http://tkdn.kemenperin.go.id/

         Pemeran; Katalog Produk; dan sumber lainnya

2.   Tahapan berikutnya Penerapan P3DN pada Proses Pengadaan B/J Pemerintah adalah Persiapan PBJ, yang merupakan ranah tugas dan kewenangan PPK. PPK Melakukan reviu spesifikasi teknis/KAK yang telah disusun pada tahap perencanaan Pengadaan Barang/Jasa, dengan menggunakan data/informasi pasar terkini untuk mengetahui ketersediaan barang/jasa, harga, pelaku usaha dan alternatif barang/jasa sejenis, Reviu terhadap dokumen perencanaan pengadaan terkait kewajiban untuk menggunakan produk usaha kecil serta koperasi dari hasil produk dalam negeri paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari nilai anggaran belanja barang/jasa Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah. Dalam melakukan reviu ketersediaan barang/jasa perlu memperhatikan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang mengacu pada :         1) Daftar inventarisasi barang/jasa produksi dalam negeri, 2) Memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI), 3) Produk usaha mikro dan kecil serta koperasi dari hasil produksi dalam negeri, 4) Produk ramah lingkungan hidup.

3.   Tahapan selanjutnya pada Penerapan P3DN pada Proses Pengadaan B/J Pemerintah adalah Pemilihan PBJ, pada tahapan ini merupakan tugas dan kewenangan Pokja Pemilihan. Klausul Dokumen Pemilihan harus memuat ketentuan tentang bobot pemanfaatan produk dalam negeri, misalnya seperti Klausul TKDN dalam Instruksi Kepada Peserta Pemilihan “Dalam hal terdapat produk yang memiliki TKDN ditambah Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) paling rendah 40% (empat puluh persen) maka Peserta yang menawarkan produk dari luar negeri (impor) digugurkan”.  Klausul TKDN dan Preferensi dalam IKPHal ini dapat dilakukan dalam hal hanya terdapat 1 (satu) jenis barang dalam 1 (satu) paket, Penawaran yang menyampaikan barang/jasa yang memiliki TKDN paling rendah 25% (dua puluh lima persen) diberikan preferensi untuk Pengadaan Barang/Jasa yang bernilai paling sedikit di atas Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”. Klausul Preferensi dalam Lembar Data Pemilihan “Pendayagunaan Produksi dalam Negeri Atas penggunaan produk dalam negeri diberikan  preferensi harga dengan nilai: _[diisi dengan besaran preferensi, paling tinggi 25% (dua puluh lima persen)].

4.  Penerapan P3DN pada Proses Pengadaan B/J Pemerintah pada tahap Pelaksanan Pekerjaan , PPK melakukan Pengelolaan Kontrak. PPK melakukan monitoring atas pelaksanaan dan capaian penggunaan produk dalam negeri, dengan meminta bukti penggunaan produk dalam negeri : Barang : menyerahkan copy sertifikat TKDN, Jasa :  bukti penggunaan penyedia jasa dalam negeri

5.  Penerapan P3DN Pada Tahapan Serah Terima  Barang/Jasa dan Evaluasi Capaian TKDN, PPK dan Tim perlu memastikan dan membuktikan bahwa barang yang diserahkan benar-benar diproduksi di dalam negeri sebagaimana dinyatakan dalam Kontrak dan/atau menyerahkan salinan dari sertifikat TKDN (barang) dan bukti lain yang dapat dipertanggungjawabkan, dan PPK selanjutnya melakukan evaluasi capaian TKDN.

6    Tahap akhir dari Penerapan P3DN pada Proses Pengadaan B/J Pemerintah adalah evaluasi capaian TKDN. Penilaian capaian TKDN juga dapat dilakukan pada kegiatan tender, monitoring dan post audit, Dalam perhitungan tersebut dapat menunjuk lembaga verifikator independen yang kompeten , Untuk Pekerjaan konstruksi, Capaian dihitung setelah pekerjaan (post audit). Project Owner (PA/KPA/PPK)  dapat melibatkan lembaga verifikator Independen. Evaluasi capaian TKDN juga dapat melibatkan Pokja TKDN pada Tim P3DN yang ada di instansinya, Jika ada penyimpangan atau ketidaksesuaian maka dihitung Sanksi, Indikator yang digunakan dalam mengevaluasi capaian TKDN : % ketercapaian komitmen atau persyaratan TKDN; Jumlah barang yang diimpor (jika ada).  Sanksi Finansial = (%TKDN penawaran - % TKDN pelaksanaan) x Harga Penawaran (maksimal sanksi yang dikenakan adalah 15% dari harga penawaran).


Swakelola Menurut Perpres 16 Tahun 2018


Pengadaan Barang/Jasa melalui Swakelola adalah cara memperoleh barang/jasa yang dikerjakan sendiri oleh Kementerian/Lembaga/ Perangkat Daerah, Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah lain, Ormas, atau Kelompok Masyarakat. Swakelola dilaksanakan manakala barang/jasa yang dibutuhkan tidak dapat disediakan atau tidak diminati oleh pelaku usaha. Swakelola dapat juga digunakan dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya/kemampuan teknis yang dimiliki pemerintah, barang/jasa yang bersifat rahasia dan mampu dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah yang bersangkutan, serta dalam rangka peningkatan peran serta/pemberdayaan Ormas dan Kelompok Masyarakat. Dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya/kemampuan teknis yang dimiliki pemerintah, pelaksanaannya harus disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi sesuai dengan tanggung jawab Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah pelaksana swakelola. Dalam rangka peningkatan peran serta/pemberdayaan Ormas, pelaksanaannya harus disesuaikan dengan tujuan pendirian Ormas (visi dan misi) dan kompetensi dari Ormas. 

Terdapat 4 tipe swakelola menurut Perpres 16 Tahun 2018 yang di jelaskan melalui Peraturan LKPP Nomor 8 Tahun 2018. 

  1. Swakelola Tipe I yaitu Swakelola yang direncanakan, dilaksanakan, dan diawasi oleh Kementerian / Lembaga / Perangkat Daerah penanggung jawab anggaran;
  2. Swakelola Tipe II yaitu Swakelola yang direncanakan dan diawasi oleh Kementerian / Lembaga / Perangkat Daerah penanggung jawab anggaran dan dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah lain pelaksana Swakelola;
  3. Swakelola Tipe III yaitu Swakelola yang direncanakan dan diawasi oleh Kementerian / Lembaga / Perangkat Daerah penanggung jawab anggaran dan dilaksanakan oleh Ormas pelaksana Swakelola; dan
  4. Swakelola Tipe IV yaitu Swakelola yang direncanakan oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah penanggung jawab anggaran dan/atau berdasarkan usulan Kelompok Masyarakat, dan dilaksanakan serta diawasi oleh Kelompok Masyarakat pelaksana Swakelola

Secara terperinci dapat dilihat dan dipedomani pada Peraturan LKPP Nomor 8 Tahun 2018 beserta lampirannya.

Sumber: https://bpkad.banjarkab.go.id/index.php/2018/06/28/4-tipe-swakelola-pada-perpres-no-16-tahun-2018-tentang-pengadaan-barang-jasa/

Surat Edaran Kepala LKPP No 30 Tahun 2020


Kepala LKPP menerbitkan Surat Edaran nomor: 30 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pengumuman Rencana Umum Pengadaan Melalui Aplikasi Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP) sebelum tahun anggaran 2021 berjalan. 

Unduh SE LKPP No 30 Tahun 2020


Jabatan Fungsional PBJ

Pelaksanaan Jabatan Fungsional, secara teknis diatur dalam suatu peraturan menteri yaitu Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2020 tentang Jabatan Fungsional Pengelola Pengadaan Barang, yang sebelumnya diatur menurut Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2012 tentang Jabatan Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/ Jasa dan Angka Kreditnya. 

Jabatan Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disingkat Jabatan Fungsional PPBJ adalah jabatan yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak untuk melakukan kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Jabatang fungsional PPBJ dijabat oleh Pejabat Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut dengan Pengelola PBJ, merupakan PNS atau ASN yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh Pejabat yang Berwenang untuk melaksanakan kegiatan pengadaan barang/jasa. 

Jabatan fungsional PPBJ merupakan jabatan karier PNS/ ASN. Jabatan fungsional PPBJ termasuk dalam klasifikasi/ rumpun manajemen, yang merupakan jabatan fungsional kategori keahlian. Jenjang jabatan fungsional PPBJ dari yang terendah sampai yang tertinggi adalah sebagai berikut: 1) Pengelola PBJ Ahli Pertama, 2) Pengelola PBJ Ahli Muda, dan 3) Pengelola PBJ Ahli Madya.

Secara terinci hal teknik tentang fungsioanal PPBJ ini dapat dilihat pada Salinan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2020.