TIPOLOGI dan STANDAR KOMPETENSI PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN PBJ


Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PBJP) memiliki peran yang sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional dan daerah. Hal  ini terlihat dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dengan adanya peningkatan belanja negara yang signifikan dari tahun ke tahun, tentu menjadi tantangan tersendiri bagi pelaksanaan PBJP baik di pusat maupun di daerah, bukan hanya dari segi jumlah melainkan dari sisi perubahan kebijakan belanja yang berubah seiring perubahan arah pembangunan.  Untuk memastikan pelaksanaan PBJP berjalan sesuai ketentuan dan  peraturan perundang-undangan yang berlaku, dibuat pedoman umum  sebagaimana tertuang di dalam Pasal 8 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang berisi  penetapan  9  (sembilan) pelaku pengadaan, salah satu diantaranya adalah  Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Pasal 1 Angka 10 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang dimaksud Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) adalah pejabat yang diberi  kewenangan oleh Pengguna Anggaran (PA)/Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) untuk mengambil keputusan dan/atau melakukan tindakan yang  dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara/anggaran
belanja daerah.

Di masa lalu, PPK lebih dikenal dengan sebutan Pimpinan Proyek  (Pimpro) atau Pimpinan Bagian Proyek (Pimbagpro), sebuah posisi yang  terkesan memiliki otoritas yang besar dalam menentukan pelaksanaan  proyek. Tidak mengherankan bila di masa lalu posisi tersebut mengundang  keinginan banyak pihak yang berkepentingan dengan kegiatan proyek  untuk melakukan intervensi. Namun seiring dengan perbaikan manajemen  pemerintahan dan pembangunan yang terus menerus diupayakan sebagai bagian penting dari Reformasi Birokrasi, posisi PPK diupayakan semakin profesional dan terbebas dari intervensi berbagai kepentingan. Tidak ada lembaga pemerintah yang dapat melakukan perikatan/perjanjian dengan pihak lain yang dapat berakibat terjadinya pengeluaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tanpa melalui PPK. Akibatnya harus diakui pekerjaan PPK cukup rentan dengan masalah hukum yang terkait dengan pelaksanaan kontrak.

Karena luasnya skala pekerjaan PPK, maka perlu dibuat suatu pengelompokkan berdasarkan manajemen proyek dalam mengelola suatu kontrak pekerjaan PBJP. Skala pekerjaan pada manajemen proyek yang paling sederhana hingga yang paling kompleks. Lebih lanjut pengelompokkan skala pekerjaan PPK disusun agar kompetensi yang dimiliki PPK sesuai dengan pekerjaan yang dilakukannya. Berdasarkan hal tersebut, pengelompokkan PPK dapat dibagi menjadi beberapa kelompok PPK dengan masing-masing ruang lingkup pekerjaan. Secara detail dapat dilihat pada SE Kepala LKPP Nomor 8 Tahun 2020.